SUMENEP, SOROTPUBLIK.COM – Setelah membahas singkat mengenai Trio Pantai Sumenep yang menjadi destinasi andalan Sumenep, kali ini sorotpublik.com mencoba menelusuri asal usul duo pantai lainnya. Duo pantai yang saat ini menjadi sasaran penasaran banyak orang.
Ya, lokasinya memang beda dengan trio pantai yang merupakan kakak-kakak tertua dari duo pantai itu. Bukan masalah pantainya, namun juga lokasinya dan jarak tempuh, maupun tingkat kesulitan dalam mencapainya.
Pantai Sembilan
Potensi Wisata Sumenep begitu melimpah. Namun ibarat emas di dalam kubangan lumpur, perlu upaya untuk mengangkatnya ke permukaan. Pantai Sembilan contohnya. Sebelum drone atau pengambil gambar dari udara membidiknya, nama pantai ini adalah Bringsang.
Dikatakan Pantai Sembilan karena memiliki bentuk menyerupai angka sembilan jika dilihat melalui foto udara tadi. Namun jika dijumlah lagi, pantai ini memiiki tiga nama. Pasalnya, masyarakat setempat lebih memilih untuk menyebutnya sebagai Pantai Putih yang didasarkan pada warna pasir pantainya yang memang putih bersih.
Lokasi Pantai Sembilan berada di Kepulauan Gili Genting. Tepatnya terletak di Desa Bringsang, Kecamatan atau Kepulauan Gili Genting, Kabupaten Sumenep.
Pulau ini merupakan pulau yang berada di kawasan Kabupaten Sumenep dan terletak sebelah tenggara Pulau Madura dengan luas mencapai 30,31 km persegi. Gili Genting merupakan kecamatan yang dibentuk pada tanggal 7 April 1982, sebagai hasil dari pemekaran Kecamatan Bluto.
Dulu, pulau ini, tepatnya di Pantai Sembilan sekarang, merupakan sebuah pelabuhan kecil tempat bersandar perahu-perahu penyeberangan yang menghubungkan antara Pulau Gili Genting dengan pulau yang ada di seberangnya (disebut sebagai Pantai Marethen oleh masyarakat setempat). Namun, tentunya kini sudah tidak lagi.
Karena terletak di bagian gugusan pulau, tentu akses ke sana membutuhkan nyali. Melaut tentunya. Namun mengenai fasilitas ke sana, tidak usah khawatir. Alat transportasi penyeberangan kini tidak sulit ditemui.
Dibutuhkan waktu sekitar 30 menit sampai 45 menit menggunakan perahu motor kecil jika berangkat dari Pelabuhan Tanjung, Saronggi, Sumenep atau Pelabuhan Pagar Batu, Bluto dengan biaya sewa sekitar Rp 10.000 per penumpang, dengan tambahan Rp 10.000 jika ada motor sebagai barang bawaan.
Setelah sampai di Pelabuhan Bringsang, perjalanan bisa dilanjutkan dengan menggunakan menumpang kendaraan roda dua (ojek) atau berjalan kaki jika wisatawan lebih ingin mengeksplorasi keindahan pulau tersebut.
Pantai Gili Labak
Keindahan pantai ini tak perlu dijelaskan lagi, apalagi dipertanyakan. Orang mengatakan Hidden Paradise of Salt Island. Kejernihan airnya super sekali.
Namun siapa sangka, di balik pesonanya yang memukau banyak orang, pantai ini memiliki sejarah panjang yang membuat orang mengernyitkan dahi jika mendengarnya.
Sesuai namanya, Pantai Gili Labak terletak di pulau kecil bernama Gili Labak. Namun siapa sangka, ternyata dahulu, pulau ini bernama Pulau Tikus.
Ceritanya, menurut legenda, Gili Labak dahulu dipenuhi kawanan tikus. Tidak ada hewan darat lain di pulau itu kecuali tikus. Hingga datang seorang pemuda sakti mandraguna dari Pulau Poteran. Nama pemuda tersebut Sabu atau yang dikemudian hari mendapat julukan Ju’ Saimin. Dialah pembabat dan pembasmi tikus di Pulau Gili Labak.
Tanpa harus ditebak, kini, Gili Labak telah bersih dari tikus. Gili Labak juga menjadi tempat menyenangkan bagi warga yang menghuninya. Bahkan, juga bagi warga lain yang sampai di tempat wisata eksotis ini.
Melaut merupakan pekerjaan utama penghuni Gili Labak. Hampir semua warga Gili Labak adalah nelayan penangkap rajungan. Yaitu sejenis kepiting yang hidup di laut dalam. Setiap hari, nelayan Gili Labak mampu menangkap rajungan 6 sampai 15 kilogram. Rajungan hasil tangkapan nelayan lantas dijual dalam keadaan segar kepada pengepul di pulau tersebut.
Seperti halnya di Gili Genting, untuk menuju Gili Labak juga menggunakan alat transportasi laut. Namun, meski dekat dengan Gili Genting, ke Gili Labak harus melalui Pulau Poteran dulu. Karena tidak tersedia akses jalur Gili Genting-Gili Labak.
Juga, sesampainya di Gili Labak, sama sekali tidak dijumpai mode transportasi darat. Baik sekadar sepeda ontel, apalagi kendaraan bermotor. Warga merasa tidak perlu memakai kendaraan darat karena Gili Labak hanyalah sebuah pulau kecil. Berjalan kaki dari ujung timur ke ujung barat ditempuh cuma dalam tempo waktu tujuh menit.
Penulis: Sidi Mufy Imam
Publisher: Kiki Ana Aniz