SUMENEP, SOROTPUBLIK.COM – Bagi warga Sumenep, nama Bangselok, tentu tak asing. Kawasan yang menjadi lokasi berdirinya bangunan Masjid Jami’ ini hampir selalu menjadi buah bibir para pengunjung. Bangselok juga hampir selalu menjadi sasaran ingin tahu banyak orang yang belum paham peta Madura Timur.
“Masjid Jami’ ini masuk desa atau kelurahan apa?” tanya salah satu kenalan sorotpublik.com saat bincang-bincang tentang bangunan sarat keunikan itu suatu ketika. Rasa ingin tahu yang wajar. Meski tak jarang bisa saja menjadi bagian dari basa-basi.
Atau, orang Sumekar yang kebetulan warga Bangselok ketika menjelaskan alamat kediamannya pada kenalan di luar selalu merujuk pada Masjid Jami’ sebagai bagian dari kawasannya. “Tahu masjid Jami’ kan? Masjid itu masuk wilayah Bangselok,” kata pria berkacamata, sebut saja Firman, dengan bangganya menyebut nama tempat tinggalnya, saat ditanya temannya di seberang sana.
Nah, Bangselok, yang kini merupakan salah satu kelurahan di kawasan Kecamatan Kota Sumenep tidak sekadar nama tanpa makna. Meski tak banyak yang mengetahui sejarah di balik nama itu.
“Mungkin tak sedikit generasi yang tahu makna di balik nama Bangselok. Sepanjang yang saya tahu memang ada. Tapi sejarahnya seperti apa, mungkin banyak yang tak mengetahuinya,” kata pemerhati sejarah di Sumenep R. B. Moh Muhlis, pekan lalu.
Bangselok memiliki benang merah dengan peristiwa peralihan dinasti di masa Keraton Sumenep. Nama Bangselok juga bisa dikata lebih tua dibanding nama desa atau kelurahan di kawasan Kota.
“Kalau merujuk pada sejarahnya, usia penamaan Bangselok sudah lebih lima abad,” kata Muhlis.
Menurut pria yang juga berprofesi sebagai guru ini, asal-usul penamaan Bangselok terkait dengan peristiwa gugurnya Pangeran Sidingpuri dan masuknya Tumenggung Kanduruhan sebagai penguasa baru Sumenep.
Pangeran Sidingpuri merupakan penguasa Sumenep yang bernama Raden Wonoboyo. Pangeran Sidingpuri bermakna Pangeran yang wafat di Puri. Orang Sumenep melafalkannya, Pore. Kini merupakan salah satu desa di Kecamatan Lenteng. Sementara Tumenggung Kanduruhan adalah putra bungsu Raden Fatah, Sultan Demak.
“Tumenggung Kanduruhan yang mulai bertahta di Sumenep pada 1492 Masehi menggantikan Pangeran Sidingpuri, mengambil lokasi dalem Keraton di tempat yang kini bernama Karangduak. Sedang keluarga sentana dan para pejabat keraton berada di kawasan Selatan. Kawasan itu dulu dikenal dengan kawasan bongso-ilok atau bangsa elok. Yaitu kalangan bangsawan tingkat atas,” jelas Muhlis.
Nama atau sebutan itu lantas populer sehingga menjadi nama resmi keluarga bangsawan atau keluarga sentana keraton. Hingga di kemudian hari nama Bangselok terus hidup dan terpatri di benak generasi Sumenep dari masa ke masa.
“Hingga kemudian resmi menjadi nama pemukiman warga umum, tidak hanya keluarga bangsawan saja. Orang-orang di luar kalangan keraton membabat lokasi ini, sehingga lambat laun menjadi desa. Dan lidah masyarakat Kabupaten Sumenep kemudian menyebutnya Bangselok,” tutup Muhlis.
Penulis: Em Farmuz
Publisher: Kiki