DINAMIKA HUBUNGAN UNI EROPA-INDONESIA: KERJASAMA EKONOMI MENJADI PRIORITAS ATAU HANYA FORMALITAS?
Penulis: Akbar Muhammad Luthfi Al Mughni
Dalam beberapa tahun terakhir Indonesia menjadi sorotan ranah diplomasi perekonomian Internasional yang dimana disini Indonesia juga menjadi salah satu mitra dagang terbesar dengan adanya aktivitas kerjasama dengan Uni Eropa dalam sektor perekonomian, dan dalam konteks ini, Indonesia memiliki hubungan bilateral dengan Uni Eropa untuk memperdalam kerjasama kemitraan seperti halnya sepakat dalam mendorong pembangunan perekonomian yang menjadi simbol dua entitas kekuatan ekonomi yang signifikan.
Sebagai salah satu aktivitas pada tahun 2022, Indonesia juga menjadi pemegang estafet atau menjadi presiden perekonomian besar pada pertemuan G20 dimana pertemuan tersebut menjadi forum untuk memulihkan dan mendorong perekonomian pada negara-negara yang tergabung pada forum tersebut.
Yang terbaru adalah Indonesia dengan Uni Eropa menyepakati 11 isu dari total 21 isu dalam perundingan ke-18 kerja sama kemitraan ekonomi komprehensif Indonesia dan Uni Eropa (IEU CEPA), dan contoh isu yang menjadi perundingan yaitu Economic Cooperation dan Capacity Building dan Sustainable Food System (SFS).
Namun, dinamika hubungan ini sering kali dipertanyakan, terutama dalam hal kerjasama ekonomi apakah kerjasama ekonomi ini benar-benar menjadi prioritas yang serius atau hanya formalitas diplomatik belaka?
“Kemitraan Strategis atau Formalitas”
Dari sisi lain khususnya pada pergerakan kemitraan Indonesia dengan Uni Eropa tentu memiliki banyak bukti yang menunjukkan kerjasama ekonomi antara UE dan Indonesia adalah prioritas yang nyata.
UE juga merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia, dengan nilai perdagangan bilateral yang terus meningkat setiap tahunnya, sehingga hal ini juga menjadi peluang Indonesia untuk terikat pada aktivitas perekonomian yang lebih baik.
Pada perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) yang sedang dalam tahap negosiasi adalah salah satu contoh konkret dari komitmen kedua belah pihak untuk memperdalam hubungan ekonomi.
CEPA diharapkan dapat menghapus berbagai hambatan perdagangan dan investasi, meningkatkan akses pasar, serta menciptakan peluang baru bagi kedua ekonomi.
Selain itu, investasi langsung UE di Indonesia juga signifikan, terutama di sektor-sektor seperti manufaktur, infrastruktur, dan energi terbarukan.
Banyak perusahaan UE yang beroperasi di Indonesia, membawa teknologi, pengetahuan, dan praktik bisnis terbaik yang dapat membantu meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia.
Di sudut pandang lainnya, meskipun kerjasama ekonomi antara Uni Eropa dan Indonesia memiliki banyak potensi keuntungan, penting untuk digaris dengan mengevaluasi dampak negatifnya terhadap rakyat Indonesia, dapat juga mengetahui ketergantungan pada pasar eksternal, dampak regulasi ketat terhadap petani dan pekerja, pengaruh negatif dari dominasi investasi asing, ketidakadilan dalam perjanjian perdagangan, dan tekanan terhadap industri lokal dari beberapa isu yang perlu diperhatikan.
Untuk memastikan bahwa kerjasama ekonomi ini benar-benar bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia, kedua belah pihak harus bekerja sama untuk mengatasi tantangan ini dan menciptakan lingkungan yang lebih adil dan inklusif, sehingga dalam bentuk formalitas dapat dikategorikan jika prioritas dijalankan hanya berdampak pada penikmat perekonomian seluruhan rakyat Indonesia yang menantikan.
“Rintangan Terbalut Padat Kritik”
Namun, kerjasama ekonomi ini tentu dapat dinilai juga memiliki rintangan dan jalan yang tidak mulus. Kebijakan perdagangan Uni Eropa terkadang dalam lingkup yang ketat terhadap produk-produk tertentu, seperti kelapa sawit, sering kali menjadi sumber tujuan tertentu.
Uni Eropa juga dinilai memiliki penerapan standar lingkungan dan sosial yang tinggi, kadang-kadang dianggap merugikan eksportir Indonesia atau pasar murni dalam negeri.
Di sisi lain, iklim investasi di Indonesia juga sering mendapat kritik yaitu permasalahan seperti birokrasi yang rumit, korupsi, serta ketidakpastian hukum masih menjadi hambatan bagi investor asing, termasuk dari Eropa.
Beberapa pihak berargumen bahwa hubungan ekonomi ini lebih banyak bersifat formalitas, di mana pertemuan dan negosiasi sering kali tidak menghasilkan perubahan nyata di lapangan, bahkan jika dikatakan hasil dari forum tersebut pun untuk rakyat Indonesia tidak merata merasakan dan terlihat seperti pertemuan alumni mahasiswa saja, dan hal ini terlihat dari lambatnya progres dalam beberapa bidang kerjasama yang penting, serta kurangnya implementasi konkret dari kesepakatan yang telah dicapai.
“Mewujudkan Tujuan yang Nyata”
Untuk memastikan kerjasama ekonomi UE-Indonesia benar-benar menjadi prioritas dan berjalan dengan baik, tentu kedua belah pihak harus berkomitmen untuk mengatasi berbagai hambatan yang ada.
Indonesia perlu memperbaiki iklim investasinya dengan melalui reformasi regulasi dan peningkatan transparansi, sementara UE perlu lebih fleksibel dalam kebijakan perdagangannya untuk produk-produk Indonesia.
Lebih konkretnya adalah Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) antara Indonesia dan Uni Eropa juga harus dirancang dan diimplementasikan sedemikian rupa, sehingga memberikan manfaat nyata bagi kedua belah pihak.
Perjanjian ini juga harus dapat mencakupi regulasi perdagangan yang rumit yang harus diperhatikan, serta menetapkan kerangka kerja untuk investasi yang adil dan berkelanjutan.
Hal ini termasuk memastikan perjanjian tersebut memperhatikan kepentingan kedua belah pihak, khususnya pada Indonesia dan rakyatnya dapat menjalankan serta merasakan dampak kemitraan tersebut, menetapkan mekanisme yang transparan dan adil untuk menyelesaikan permasalahan yang ada ataupun di masa yang akan datang.
Kerjasama di bidang teknologi dan inovasi juga harus diperhatikan dan diperkuat dengan menyertakan kegiatan dukungan teknologi dari Uni Eropa guna membantu Indonesia meningkatkan kapasitas industrinya dan bersaing di pasar global apalagi Indonesia sudah memasuki Indsutri 4.0 yang menandakan Indonesia sudah berada di pintu kemudahan yang lebih baik.