Penulis: Ismi/Kiki
SUMENEP, SOROTPUBLIK.COM – Event Pelangi di Sumenep sukses menyedot masyarakat untuk menyaksikan berbagai penampilan seni dari berbagai suku. Acara tersebut digelar di Lapangan Kesenian Gotong Royong Sumenep, Madura, Jawa Timur, Sabtu malam (17/11/2018).
Pelangi di Sumenep menampilkan parade kesenian berbagai suku yang dimiliki kabupaten ujung timur Pulau Madura itu. Antara lain, suku Madura, Bugis, Mandar, Bajo, Arab, dan Tionghoa.
Suku Madura tampil pertama kali dengan penampilan silat tradisionalnya, Pamor. Kemudian disusul Barongsai dari suku Tionghoa, dan musik Gambus dari suku Arab. Sama seperti ketiganya, suku lain juga menampilkan kesenian khas suku masing-masing.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumenep, Yayak Nurwahyudi, mengucapkan terima kasih dan selamat datang kepada pimpinan 6 suku. Pasalnya, mereka telah menyempatkan hadir di pusat Kota Sumenep dalam salah satu event Visit Sumenep 2018 tersebut.
“Pelangi di Sumenep yaitu sebagai karnival untuk menampilkan berbagai budaya yang saat ini memang eksis di Kabupaten Sumenep,” kata Yayak, panggilannya, Sabtu malam (17/11/2018).
Mantan Kadis Kominfo Sumenep itu, juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berupaya menggelar dan mensukseskan acara tersebut.
“Tak lupa juga saya ucapkan selamat datang kepada teman-teman suku Bugis, Mandar, Bajo, Arab, dan Tionghoa yang mungkin di tengah kesibukannya harus datang ke Sumenep ini dalam rangka menjalin kebersamaan kita, sehingga dengan kebersamaan, acara ini berlangsung dengan baik,” ungkapnya.
Hal yang sama juga diungkapkan para pimpinan suku yang hadir. Salah satunya berupa kesan dan pesan dari pimpinan suku Bugis.
“Saya berterima kasih sekali kepada Kabupaten Sumenep dan penyelenggara acara ini, sehingga kami dilibatkan untuk bagaimana kita dalam berlingkungan. Walaupun berbeda-beda suku, tetapi kita tetap bisa menjalankan hidup bermasyarakat,” katanya.
Sebagai generasi Bugis di Sumenep, pihaknya merasa sangat terapresiasi oleh acara tersebut. Sebab, barangkali banyak masyarakat Sumenep yang tidak tahu bahwa sekitar 16 jam jarak tempuh laut dari Kalianget menggunakan kapal, di sanalah mereka lahir.
“Pesan dari kami bahwa orang Bugis yang mereka anggap budaya syirik “napcceh” bagaimana mereka mempertahankan rasa malu mereka. Lebih baik mempertaruhkan nyawa mereka dibanding harus martabat mereka diinjak-injak, itu bahasa dari orang terdahulu kami. Budaya Bugis Makasar juga bagaimana kita harus menghargai satu sama lain antar suku, makanya terus terang di Kepulauan Sapeken kami terdiri dari beberapa suku, tapi sampai saat ini kami tetap damai di sana,” pimpinan Suku Bugis, menegaskan.